Kamis, 21 Agustus 2014

MEMBUKA TABIR DEMOKRASI DAN SEKULARISME

11.31 Posted by Unknown No comments

Mungkin banyak yang  acuh terhadap yang namanya sekularisme. Apaan sih itu? Ngak penting banget kali! Yang penting kita ini udah damai, tentram! Bisa ngasih duit ngak ngurusin yang begituan! NKRI harga mati!
Tak ada yang mau menyelami lebih dalam masalah ini, padahal dari sinilah beranjak pembangunan sebuah bangsa. Dari sinilah pondasi sebuah bangsa.  Sebelum mengupas lebih jauh mengenai sekularisme di indonesia. Saya akan memaparkan terlebih dahulu pengertian dari sekularisme dan demokrasi.
Sekularisme secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme juga merujuk kepada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.
Lalu bagaimana paham ini dapat muncul ke dunia sementara dapat kita pahami melalui sejarah teologi, bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, dan pada  setiap masa (abad sebelum masehi) dikirimkanalah utusan bagi tiap-tiap umat (masa para Nabi), dan tiap-tiap umat itu hidup berdasarkan apa yang utusan itu katakan atau lakukan, karena utusan tersebuat adalah utusan Illah, pembawa Risalah.
Untuk menjawabnya, kita langsung melompati rentang sejarah dan mengulas abad pertengahan. Pada abad itu, Romawi sebagai negara/kekaisaran besar di Eropa menjadikan Kristen sebagai Agama Negara. Namun, dalam perjalanannya, terjadi penyimpangan-penyimpangan dan penindasan yang dilakukan oleh Gereja dan Kekaisaran dalam sendi-sendi kehidupan. Masa ini dikenal dengan istilah abad kegelapan, dimana ilmu pengetahuan melambat, karena dinilai tidak sesuai dengan keyakinan gereja, dan maraknya surat-surat pengampunan dosa.

mungkin kita masih ingat pada mata pelajaran sejarah, dimana salah seorang iluman yang dihukum pihak gereja  karena mengatakan bumi mengitari matahari, sementara keyakinan gereja saat itu, mengatakan bahwa seluruh alam semesta ini mengelilingi bumi.

Kejadian ini menuntut munculnya pakar-pakar yang mengoreksi kebijakan dari gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokoh semisal Marthin Luther, Zwingly, dan John Calvin. Beriringan dengan itu muncul pula para tokoh yang menghendaki tersingkirnya dominasi kristen, dan agama dari kehidupan. Pemikiran ini dikenal dengan istilah Renaissans, dan di pelopori oleh Machiaveli dan Michael Montaigne.
Selanjutnya pada era Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu, Voltaire, dan Rousseau. Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan Gereja dari masyarakat, negara, dan politik. Sejak itulah lahir sekularisme-liberalisme yang menjadi dasar bagi seluruh konsep ideologi dan peradaban Barat.

Sejarah Masuknya Pemikiran Liberal di Indonesia
Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama. (Suminto, 1986:27).
Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek adalah : (1) dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda; (2) dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda; (3) dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam. (Suminto, 1986:12).
Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama.
 Lalu bagaima dengan sistem Demokrasi yang berlandaskan Pancasila yang ada di Indonesia. Apakah itu merupakan warisan dari Belanda?
           Ya, tentu saja, karena sistem dan segenap perangkatnya (undang-undang mislanya) adalah buah tangan Belanda, dan hanya dilakukan rehabilitasi, lebih akrab kita kenal dengan istilah amandemen. Meski pancasila dan undang-undang dasar dilahirkan oleh pemuka-pemuka indonesia, tapi dasar pokok dari pemikiran itu yang jauh lebih penting, yaitu memisahkan agama dari kehidapan bernegara, dan politik. Agama hanya  diberi ruang begitu terbatas, pribadi.  Cobalah tengok dengan seksama pengertian dari demokrasi ini, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi).
Dan cobalah tengok bulir sila ke empat dari pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Berdasarkan pengertian demokrasi dan bulir pancasila tersebut, kita dapat menggali bahwa kedaulatan sepenuhnya ada ditangan rakyat. Celakanya, rakyat seperti apa yang berhak bersuara. Yah, sudah tentu  rakyat yang bercorak seperti apapun, mau dia sesat maksiat, dia dapat ikut andil. karena pemikiran ini dasarnnya adalah sekularisme. Tak ada campur tangan agama disini. Yang sesat, yang maksiat, semua bisa bersuara dan memerintah, yang punya banyak uang bisa jadi penguasa, karena sisitem yang dijalankan adalah dari rakyat, dan bila rakyat yang bermaksiat lebih banyak bersuara, maka lahirlah wakil-wakil maksiat.

Bila masih ada yang bingung dan tak percaya dengan merebaknya sekularisme di dunia dan ancamannya. Maka silahkan perhatikan gambar berikut ini.
  
 
Gambar diatas adalah cuplikan antara saya (piyo zul) dan samuel fanning  (yang lain kita abaikan), dalam sebuah fans page belum lama ini (2014). Pada saat itu kami terjebak oleh sebuah perdebatan dimana beliau (samuel fanning, yang mengaku sedang mendalami ilmu politik diluar negeri) memajang foto masyarakat papua yang hendak merdeka.  Pada awalnya, saya katakan bahwa Indonesialah yang berjasa membebaskan Papua dari cengkraman Belanda. Lalu olehnya dijawab bahwa mereka, masyarakat papua mungkin lebih suka dijajah oleh Belanda.  Dengan statusnya yang mahasiswa itu ia dengan bangga menyatakan bahwa itu adalah hak bagi masyarakat Papua. Lalu aku katakan, bahwa seandainya Islam yang menjadi dasar Negara, tentu Negara ini akan maju, karena Islam mengedepankan kemandirian dalam bernegara. Lalu ia menjawab, pada kenyataanya, Negara  barat jauh lebih maju dari negara-negara islam. Aku jawab, negara islam tertinggal karena sistem sekular saat ini yang dipaksakan di negara islam dan itulah yang menyebabkan negara islam mundur. Kemudian aku pun bertanya, kalau memang sistem sekular itu memberikan kebebasan pada setiap manusia dalam berpendapat dan memperoleh haknya, lalu kenapa di Perancis kerap ditemukan muslimah tidak diperkenankan berhijab. Ia pun menjawab, bahwa negara Perancis adalah sekular (lihat dialaog pada gambar diatas). Jadi dimana kebebasan ala Demokrasi itu?
satu hal lagi, pancasila tidak dapat dijadikan dasar sebagai pembangun sebuah bangsa atau menangani suatu masalah. karena dalam praktiknya, pancasila hanya sebagai falsafah, kata-kata mutiara yang menghiasi dinding sekolah. mengapa demikian? karena sebuah ideologi dapat dikatakan ideologi bila memiliki visi, cita-cita, dan cara penerapannya. dalam praktiknya, tak ada satu silapun yang dapat diterapkan diindonesia, karena sistem yang sedang berjalan adalah kebebasan/ sekularisme. suara terbanyak.

Dengan semua pemaparan ini, adakah kita tidak tergerak untuk berfikir bahwa hidup kita ini telah diatur oleh Yang Maha Penguasa, seperti yang telah dicontohkan oleh para Nabi pada masing-masing umatnya, dan terkhusus Nabi Muhammad bagi semesta alam. Mereka telah membawa aturan bagi kita semua. Jadi masikah kita betah berdiam dalam sistem Demokrasi?





0 komentar:

Posting Komentar