Mungkin
banyak yang acuh terhadap yang namanya
sekularisme. Apaan sih itu? Ngak penting banget kali! Yang penting kita ini udah
damai, tentram! Bisa ngasih duit ngak ngurusin yang begituan! NKRI harga mati!
Tak
ada yang mau menyelami lebih dalam masalah ini, padahal dari sinilah beranjak
pembangunan sebuah bangsa. Dari sinilah pondasi sebuah bangsa. Sebelum mengupas lebih jauh mengenai
sekularisme di indonesia. Saya akan memaparkan terlebih dahulu pengertian dari
sekularisme dan demokrasi.
Sekularisme
secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah
institusi harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan.
Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan
kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah
kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme
juga merujuk kepada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia,
terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti
konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.
Lalu
bagaimana paham ini dapat muncul ke dunia sementara dapat kita pahami melalui
sejarah teologi, bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, dan pada setiap masa
(abad sebelum masehi) dikirimkanalah utusan bagi tiap-tiap umat (masa para Nabi), dan tiap-tiap umat itu hidup
berdasarkan apa yang utusan itu katakan atau lakukan, karena utusan tersebuat
adalah utusan Illah, pembawa Risalah.
Untuk
menjawabnya, kita langsung melompati rentang sejarah dan mengulas abad
pertengahan. Pada abad itu, Romawi sebagai negara/kekaisaran besar di Eropa menjadikan
Kristen sebagai Agama Negara. Namun, dalam perjalanannya, terjadi
penyimpangan-penyimpangan dan penindasan yang dilakukan oleh Gereja
dan Kekaisaran dalam sendi-sendi kehidupan. Masa ini dikenal dengan istilah
abad kegelapan, dimana ilmu pengetahuan melambat, karena dinilai tidak sesuai dengan
keyakinan gereja, dan maraknya surat-surat pengampunan dosa.
mungkin kita masih ingat pada mata pelajaran sejarah, dimana salah seorang iluman yang dihukum pihak gereja karena mengatakan bumi mengitari matahari, sementara keyakinan gereja saat itu, mengatakan bahwa seluruh alam semesta ini mengelilingi bumi.
mungkin kita masih ingat pada mata pelajaran sejarah, dimana salah seorang iluman yang dihukum pihak gereja karena mengatakan bumi mengitari matahari, sementara keyakinan gereja saat itu, mengatakan bahwa seluruh alam semesta ini mengelilingi bumi.
Kejadian ini menuntut munculnya pakar-pakar yang mengoreksi kebijakan dari gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokoh semisal Marthin Luther, Zwingly, dan John Calvin. Beriringan dengan itu muncul pula para tokoh yang menghendaki tersingkirnya dominasi kristen, dan agama dari kehidupan. Pemikiran ini dikenal dengan istilah Renaissans, dan di pelopori oleh Machiaveli dan Michael Montaigne.
Selanjutnya
pada era Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan
agama dari kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu, Voltaire,
dan Rousseau. Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi Perancis
tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan Gereja dari masyarakat,
negara, dan politik. Sejak itulah lahir sekularisme-liberalisme yang menjadi
dasar bagi seluruh konsep ideologi dan peradaban Barat.
Sejarah Masuknya Pemikiran
Liberal di Indonesia
Sekularisme
sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses
penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular
telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang
menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak
memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama. (Suminto, 1986:27).
Prinsip
sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada
pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan pemerintah kolonial
dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam
sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek adalah : (1) dalam bidang ibadah
murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang tidak mengganggu
kekuasaan pemerintah Belanda; (2) dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah
hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda;
(3) dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap
upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam. (Suminto,
1986:12).
Politik Etis
yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin menancapkan
liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut unifikasi,
yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan menyampaikan
kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana disarankan
Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses unifikasi agar orang
Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam aspek sosial dan
politik, meski pun ada perbedaan agama.
Lalu
bagaima dengan sistem Demokrasi yang berlandaskan Pancasila yang ada di Indonesia.
Apakah itu merupakan warisan dari Belanda?
Ya, tentu saja, karena sistem
dan segenap perangkatnya (undang-undang mislanya) adalah buah tangan Belanda,
dan hanya dilakukan rehabilitasi, lebih akrab kita kenal dengan istilah
amandemen. Meski pancasila dan undang-undang dasar dilahirkan oleh
pemuka-pemuka indonesia, tapi dasar pokok dari pemikiran itu yang jauh lebih
penting, yaitu memisahkan agama dari kehidapan bernegara, dan politik. Agama hanya diberi ruang begitu terbatas, pribadi. Cobalah tengok dengan seksama pengertian dari
demokrasi ini, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung
atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara
bebas dan setara (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi).
Dan cobalah tengok bulir sila ke
empat dari pancasila, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Berdasarkan
pengertian demokrasi dan bulir pancasila tersebut, kita dapat menggali bahwa
kedaulatan sepenuhnya ada ditangan rakyat. Celakanya, rakyat seperti apa yang
berhak bersuara. Yah, sudah tentu rakyat yang bercorak seperti apapun, mau dia sesat maksiat, dia dapat ikut andil. karena
pemikiran ini dasarnnya adalah sekularisme. Tak ada campur tangan agama disini.
Yang sesat, yang maksiat, semua bisa bersuara dan memerintah, yang punya banyak
uang bisa jadi penguasa, karena sisitem yang dijalankan adalah dari rakyat, dan
bila rakyat yang bermaksiat lebih banyak bersuara, maka lahirlah wakil-wakil
maksiat.
Bila masih ada yang bingung dan tak percaya dengan merebaknya sekularisme di dunia dan ancamannya. Maka silahkan perhatikan gambar berikut ini.
Gambar
diatas adalah cuplikan antara saya (piyo zul) dan samuel fanning (yang lain kita abaikan), dalam sebuah fans
page belum lama ini (2014). Pada saat itu kami terjebak oleh sebuah perdebatan dimana
beliau (samuel fanning, yang mengaku sedang mendalami ilmu politik diluar
negeri) memajang foto masyarakat papua yang hendak merdeka. Pada awalnya, saya katakan bahwa Indonesialah
yang berjasa membebaskan Papua dari cengkraman Belanda. Lalu olehnya
dijawab bahwa mereka, masyarakat papua mungkin lebih suka dijajah oleh Belanda. Dengan statusnya yang mahasiswa itu ia dengan
bangga menyatakan bahwa itu adalah hak bagi masyarakat Papua. Lalu aku katakan,
bahwa seandainya Islam yang menjadi dasar Negara, tentu Negara ini akan maju,
karena Islam mengedepankan kemandirian dalam bernegara. Lalu ia menjawab, pada
kenyataanya, Negara barat jauh lebih
maju dari negara-negara islam. Aku jawab, negara islam tertinggal karena sistem
sekular saat ini yang dipaksakan di negara islam dan itulah yang menyebabkan
negara islam mundur. Kemudian aku pun bertanya, kalau memang sistem sekular itu
memberikan kebebasan pada setiap manusia dalam berpendapat dan memperoleh haknya,
lalu kenapa di Perancis kerap ditemukan muslimah tidak diperkenankan berhijab.
Ia pun menjawab, bahwa negara Perancis adalah sekular (lihat dialaog pada
gambar diatas). Jadi dimana kebebasan ala Demokrasi itu?
satu hal lagi, pancasila tidak dapat dijadikan dasar sebagai pembangun sebuah bangsa atau menangani suatu masalah. karena dalam praktiknya, pancasila hanya sebagai falsafah, kata-kata mutiara yang menghiasi dinding sekolah. mengapa demikian? karena sebuah ideologi dapat dikatakan ideologi bila memiliki visi, cita-cita, dan cara penerapannya. dalam praktiknya, tak ada satu silapun yang dapat diterapkan diindonesia, karena sistem yang sedang berjalan adalah kebebasan/ sekularisme. suara terbanyak.
Dengan semua pemaparan ini, adakah kita tidak tergerak untuk berfikir bahwa hidup kita ini telah diatur oleh Yang Maha Penguasa, seperti yang telah dicontohkan oleh para Nabi pada masing-masing umatnya, dan terkhusus Nabi Muhammad bagi semesta alam. Mereka telah membawa aturan bagi kita semua. Jadi masikah kita betah berdiam dalam sistem Demokrasi?
Dengan semua pemaparan ini, adakah kita tidak tergerak untuk berfikir bahwa hidup kita ini telah diatur oleh Yang Maha Penguasa, seperti yang telah dicontohkan oleh para Nabi pada masing-masing umatnya, dan terkhusus Nabi Muhammad bagi semesta alam. Mereka telah membawa aturan bagi kita semua. Jadi masikah kita betah berdiam dalam sistem Demokrasi?
0 komentar:
Posting Komentar